Beberapa media massa tempo hari menayangkan berita
mengenai peringkat kampus cerdas atau Smart Campus versi TELKOM. Kompas
Online (14/03/2012) pun ikut memberitakannya di sini. Di sini saya tidak akan membahas
bagaimana hasil pemeringkatan tersebut, tetapi saya ingin membahas mengenai
konsep Smart Campus itu sendiri. Apakah dengan istilah Smart Campus, kampus
tersebut dapat menghasilkan mahasiswa yang cerdas pula? Inilah pengertian Smart
Campus versi saya.
Kampus cerdas dalam pengertian orang awam kebanyakan
adalah kampus yang terdiri dari mahasiswa- mahasiswa yang pintar atau dosen-
dosen yang mencerdaskan peserta didiknya. Tetapi dalam kenyataan sebenarnya,
kampus cerdas hanya memadukan sistem pembelajaran dengan penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi, sebagai salah satu pemeran penting dalam proses
pencerdasan peserta didik. Kampus cerdas memiliki semua
fasilitas TIK yang relatif lengkap, misalnya e-learning, e-library, e-journal,
paper repository, student digital locker, dan berbagai layanan
informasi akademik dan pembelajaran berbasis TIK lainnya.
Lalu, apakah dengan adanya kelengkapan fasilitas TIK sudah
dimanfaatkan secara optimal, baik oleh dosen atau mahasiswa? Jika ya,
memang itu yang diharapkan. Jika tidak, media TIK malah menjadi boomerang saja
bagi kita. Mengapa? Karena penggunaan fasilitas TIK tetap saja membawa dampak
yang signifikan, baik itu positif maupun negatif. Dan disini saya akan membahas
dampak positif dan negatif tersebut.
Dampak positif adanya Smart Campus memang tidak
terlalu banyak tetapi cukup untuk meyakinkan bahwa istilah Smart Campus memang
hebat. Pertama, proses pembelajaran menjadi lebih efisien dan mudah. Semua bisa
dilakukan tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga. Semua serba digital. Tiada
yang memungkiri bahwa sistem pembelajaran seperti ini membuat mahasiswa bisa
mengakses semua kegiatan perkuliahan, melihat nilai, ataupun materi perkuliahan
hanya dengan mengklik di layar laptop. Semua bisa diakses dengan mudah.
Tetapi dengan adanya kelebihan tersebut, tetap membuat
dampak negatif juga bermain peran. Dampak- dampak negatif yang terjadi antara
lain:
Pertama, mahasiswa malas
silaturahmi. Apa-apa serba digital. Lihat jadwal kuliah malas ke kampus,
tinggal buka laptop saja yang terhubung ke sistem akademik online. Mau lihat
nilai tidak perlu ke BAAK. Mau lihat materi perkuliahan tinggal download.
Mau bertanya dan diskusi tinggal masuk ke electronic discussion forum di
virtual-class. Semuanya seolah ada di ujung jari. Semua dalam genggaman,
Campus in your hand. Semua terjebak di dunia digital.
Kedua, malas baca textbook.
Setiap ada tugas makalah atau presentasi, mahasiswa modalnya berselancar di
dunia maya sembari mengetikkan kata kunci di mesin pencari. Akhirnya belajar
pun seolah cuma sepotong sepotong saja, bahkan cukup belajar powerpoint
dosen yang hanya memuat poin-poinnya saja. Akhirnya, perpustakaan adalah tempat
yang paling angker dikunjungi karena sangat sepi.
Ketiga, malas menulis dengan
tangan. Semua aktivitas mengandalkan papan ketik. Semua tulisan sudah ada
format digitalnya. Dunia digital pun akhirnya
membuat mahasiswa piawai mengetik, bukan menulis dengan tangan. Jangan-jangan
mahasiswa lupa bagaimana menulis dengan tangan secara rapi dan indah. Mungkin
ini berlebihan, tapi bukan mustahil terjadi.
Keempat, malas bergerak. Ngendon
di kamar saja bisa tahu semua informasi atau aktivitas di kampus. Mobilitas pun
berkurang. Kemampuan motorik bisa terganggu. Bahkan jalan-jalan ke kampus
sembari menikmati lingkungan sekitar bisa semakin jarang. Semua duduk di depan
monitor saja, atau menunduk dengan gadget di tangan.
Kelima, malas bicara.
Kemampuan komunikasi verbal pun bisa terganggu gara-gara komunikasi serba
digital. Jika ingin bertanya,
tinggal mengetikkannya di diskusi elektronik yang tersedia di virtual class,
atau minimal melalui fitur chat room atau grup milis. Bisa jadi
kita gagap bicara karena komunikasi verbal jarang digunakan. Dunia seolah
hening, namun pesan-pesan elektronik bersliweran di ruang-ruang maya di
perguruan tinggi. Bisa jadi, saat distance learning diterapkan,
ruang-ruang kuliah atau seminar pun kosong melompong.
Ada lagi?
Masih
banyak dampak yang terjadi akibat penggunaan media TIK dalam sistem
pembelajaran. Tetapi tetap saja TIK takkan pernah mundur dari perannya sebagai
media paling penting dalam dunia pendidikan pada zaman ini. Baik buruknya
penggunaan TIK semua tergantung kita yang memanfaatkan. Apakah kita bisa
menekan dampak buruk yang terjadi? Ataukah kita yang akan menghancurkan diri
kita sendiri. Semua tergantung pada kita.
0 komentar:
Posting Komentar